Harus Tahu! Ortodoksi dan Keselamatan. (Part 1)
“Karena kehendak-Nya sendiri, dan kesenangan Bapa-Nya, dan Roh Kudus, Dia berinkarnasi dan menyelamatkan kita … Ketika saya mengatakan bahwa Kristus adalah penyebab rekonsiliasi kita, saya mengatakan bahwa Bapa juga, ketika saya mengatakan bahwa Bapa memberi, maksud saya bahwa Anak juga memberi” (St Yohanes Krisostomos — Homili 1 Korintus 11:4).
Sebagai orang Kristen (dan mereka yang belum tahu tentang penebusan dan keselamatan), pastilah akan berpikir bagaimanakah kemanusiaan kita diselamatkan kepada kehidupan kekal? Sungguhkah hidup kita kekal dalam kebahagiaan dan kesukacitaan, atau kita mengalami perpisahan kekal? Bagaimana keselamatan itu juga berdampak kepada kehidupan orang-orang beriman?
Sebelum masuk ke topik soteorologi perspektif Ortodoks, saya ingin memperkenalkan apa itu Ortodoks dan juga menyinggung beberapa perspektif teologian modern non-Ortodoks dari dunia barat yang memiliki pengajaran tentang soteorologi ini.
Apa itu Ortodoks?
Ortodoks mengacu kepada orang-orang Kristen percaya dan mempraktikan agama Kristen. Dan Ortodoksi adalah inti gagasan bahwa kepercayaan ini sama seperti yang telah diwariskan oleh para rasul dan penerus.
Orang Kristen Ortodoks tidak pernah menggunakan gagasan pribadinya tentang kepercayaan, dan praktiknya harus dihidupi dari sesuatu yang telah ada. Ortodoksi menjadi anugerah untuk menghindari kesalahan dalam langkah hidup kita yaitu menjadi pelanggar perintah Alkitab, seperti “menganggap dirimu bijak” (Amsal 3:7); menganggap dirimu pandai! (Roma 12:16). Dalam hal ini kita sebagai Kristen Ortodoks tidak menempatkan kebenaran atas pemikiran diri kita, tetapi kita tahu sebagaimana kebenaran Kristus itu sendiri terhidupi oleh hal-hal yang telah terlestarikan.
Maka kehidupan seorang Ortodoks terus akan melestarikan dan berpegang ajaran yang telah diberikan daripada para Rasul (2 Tesalonika 2:15), kepada bapa-bapa Gereja, dan penerusnya di saat ini, sehingga apa yang kita baca dalam fakta sejarah tetap tidak terbantahkan, dan telah secara suara bulat diterima selama 1500 tahun pertama sampai hari ini dalam Ortodoksi.
Termasuk gagasan tentang keselamatan adalah jelas berbicara tentang kita yang telah mengalami kerusakan dan kematian akan mengalami kebangkitan kelak, seperti ada dikatakan “… Sebab embun TUHAN ialah embun terang, dan bumi akan melahirkan arwah kembali” (Yesaya 26:19).
Seluk beluk teori keselamatan yang belum selesai perdebatannya dalam Kekristenan Liberal
400 tahun perdebatan diantara dua orang teologian ini yang bijak dan pandai terjadi. Yaitu perdebatan teori keselamatan oleh iman saja atau harus dengan perbuatan, keduanya adalah John Calvin dan Jacobus Arminius. Tahukah bahwa perdebatan ajaran keduanya tidak pernah terselesaikan hingga hari ini. Yang diperdebatan adalah
- Humanity is in total depravity and saved only by God’s Grace only through direct chosen to whom believed, yang dipresentasikan oleh John Calvin
- Saved also must by a good works, yang dipresentasikan oleh Jacobus Arminius
Hanya saja kebiasan ajaran dari keduanya sudah menyatu layaknya minyak dan air ditengah lautan luas, mudahlah membuat sebuah pernyataan baru ditengah-tengah umat Kristen, “indahnya perbedaan yang Allah buat!” yang didasari pernyataan St. Paulus “satu tubuh … banyak anggota” yang diartikan indahnya perbedaan jika gereja memiliki ragam ajaran sebatas Tuhan Yesusnya sama. Apakah demikian? Apakah Tuhan Yesus mengajarkan perbedaan-perbedaan ajaran?
Perkembangan ajaran reformasi gereja juga ditentang oleh teologian ini yaitu John Murray (1741–1815) and Elhanan Winchester (1751–1797) dengan teori Teologis Universalisme; Mereka menolak perspektif John Calvin dan Jacobus Arminius, ada pun diambil sebagian tetapi ditambahkan dengan argumentasi baru, bahwa semua manusia (baik dan jahat) sudah pasti diselamatkan karena Allah itu kasih.
Apabila umat Kristen sadar sejarah, ketahuilah ajaran seperti ini telah membawa skisma di kehidupan Kekristenan dengan adanya puluhan ribu macam gereja hari ini. Maka dari itu mengapa kita sering ditanya, kamu dari gereja apa?
Liberalisasi Teologis sudah digunakan Heretik
Ketahui, dalam sejarah liberalisasi Kekristenan bukanlah model baru sejak abad ke 16, liberalisasi telah digunakan heretik-heretik di abad-abad awal dengan melalui melakukan tafsir firman melalui pandangan-pandangannya sendiri-sendiri, oleh karena kepintaran mereka (teolog + filsuf), dan ini jelas model seperti ini tidak terhenti begitu saja.
Contoh liberalisasi ilmu Soteorologi (pertobatan) masa kini:
- Soteorologi pengembangan dari mereka yang pro John Calvin terbaru yang mengajarkan Ajaran “sekali selamat tetaplah selamat” bahwa menerima keselamatan itu sekejab, tertera dalam ajaran anugerah, hypergrace, dan yang terbaru adalah truegrace (kombinasi ortodoksi dan hypergrace). Mereka meyakini dikatakan siapa yang bertobat secara pasti diterima sekali selamanya tanpa lagi perlu baptisan (seperti pernyataan Paulus yang tidak membaptis, ditafsir tidak perlu baptisan. Meskipun disisi lain ada perdebatan harus adanya baptisan. Ini teori sejak abad awal telah ada, hari ini semakin diyakini.
- Soteorologi pengembangan dari mereka yang pro Jacobus Arminius, jika seseorang telah diselamatkan harus bisa perbuatan-perbuatan seperti “berbahasa Roh”, “harus menjadi nabi”, “harus seperti Rasul”.
- Atau yang kombinasi keduanya, ajaran Kingdom of Heaven + Kasih karunia. Adanya tribulation, rapture sebelum Kingdom itu hadir. Ditengah-tengahnya iblis dipenjarakan 1000 tahun, atau sebaliknya kita berhadapan dengan “6–6–6” di akhir jaman, dimasa itu manusia tidak beriman pada Kristus akan menderita dengan api siksaan dan akan dibuang ke lubang maut.
Diatas ini semua adalah model rupa-rupa angin pengajaran seperti ini jelas-jelas tipuan yang dilakukan si iblis dan setan-setannya dalam pengetahuan yang tercatat dalam sejarah dan semakin terlihat sejak abad pertama. Ada seorang Teologian modern abad ke-19 yang juga adalah bapa Gereja Kudus dari Russia bernama St John dari Kronstad ada pernah memberi peringatan:
“Waspadalah iblis itu seperti api! Jangan biarkan dia menyentuh hatimu, ketahuilah dia sedang menyamar layaknya kebenaran. Apa pun situasinya jangan biarkan dia itu menanamkan sesuatu ke dalam dirimu. Karena iblis adalah tetap iblis.” — St. John dari Kronstad
Dengan demikian terlihatlah bahwa iblis dan setan-setannya memanfaatkan banyak kepintaran para teologian, membuat mereka mengakui dirinya itu cerdas dan pandai tetapi tidak punya kerendahan hati terlebih lagi tidak ada kesujudan menghormati pengetahuan akan Allah.
Cara iblis melalui manusia membuat manusia memanfaatkan orang-orang yang lemah dan yang sedang mengalami penderitaan, banyak janji-janji disampaikan untuk menyelesaikan masalah, hidup akan tercerahkan jika mengikuti mereka. Mereka memberikan banyak mukjizat, kegiatan-kegiatan rohani yang mendorong emosional dikemas sedemikian rupa menjadi daya tarik.
Penyebaran rupa-rupa pengajaran ini
Rupa-rupa pengajaran ini bukan hal baru dahulu kala telah dilakukan para heretiks, yaitu layaknya kaum gnostik, heathenis (paganis Kristen) dan yudaisme yang saling mencampuradukan ajaran. Mengapa hari ini pengajar Kristen suka melakukan pencampuran ajaran?
Jelas, jika mereka belum pernah mengenal kebenaran Kristus dari Gereja Rasuli sesungguhnya lebih mudah terpengaruh tipu muslihat iblis, bukan mendekatkan kepada Kristus, akhirnya tanpa disadar menjauhkan mereka daripada Kristus melihat kepada sosok yang berdiri di mimbar.
Mirip kebenaran Allah, tetapi kenyataannya itu kebenaran versi manusia.
Semakin lama ajaran itu diselami, semakin sulit membawa mereka mengenal Kristus sesungguhnya melalui kebenaran Gereja Kudus, karena pengetahuan dirinya menjadi dasar yang telah mengikat mereka.
Perbedaannya bukan pada Alkitab yang kita gunakan, bagaimanapun Alkitab yang sama tetapi telah ditafsirkan dengan sangat berbeda. Pemikiran teologian-teologian ini tidak sama dengan ajaran bapa-bapa Gereja yang Rasuli sejak abad pertama. Terlebih kita akan masuk kedalam pengetahuan akan soteorologi dibawah ini, itu mengapa saya mengatakan “harus tahu!”, ini merupakan dasar Kekristenan. Alhasil masa kini teologian telah menjadikan manusia-manusia menjadi ahli pengritik Alkitab dalam perjalanan waktu.
Pernyataan Alkitab Adalah Ya dan Amin!
Seharusnya manusia itu belajar untuk mengritik dirinya sendiri didasari Alkitab, bukan Alkitabnya dikritik!
Contoh sederhana saja, apakah persembahan hidupnya telah layak dan benar dihadapan Allah? Bagaimana dirinya tahu?
Ada sebuah pertanyaan yang sama yang ditanyakan Tuhan Yesus kepada kita manusia, “siapakah Aku?” Sekarang, dari pertanyaan ini apakah hidupnya telah menjadi teladan seperti Kristus yang dikatakan firman atau sebaliknya perkataan firman harus mengikuti kehendak dirinya?
Keselamatan akan diberikan bagi semua umat manusia (Tapi bukan Universalis!)
Baiklah semoga Tuhan mengasihani para teologian-teologian barat, karena tentang keselamatan pun telah disampaikan kepada mereka dan melalui mereka banyak pesan tentang keselamatan.
St. Petrus dalam suratnya menuliskan, “nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia” (2 Petrus 1:20–21) selanjutnya diperingatkan oleh St Petrus, “Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan — Guru-guru palsu itu adalah seperti mata air yang kering” (2 Petrus 2:1,17).
Hanya saja jika seseorang masih memperdebatkan isi Alkitab St Petrus juga berbicara tentang apa yang diajarkan St. Paulus ketika salah ditafsirkan (terlebih oleh pribadi lepas pribadi) dikatakan,“bahwa ia [St. Paulus] berbicara tentang perkara-perkara ini … ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya [akan] ‘menjadi kebinasaan mereka sendiri’, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.”
St. Athanasius Patriark ke-20 penerus St. Markus dari Gereja Ortodoks Koptik dalam sermonnya menegaskan “mereka semua adalah heretik oleh karena mengajarkan ajaran yang tidak mengakar kepada ajaran yang telah diwariskan dan dilestarikan Gereja Kudus melalui para Rasul dan murid-murid kudusnya.”
Nabi Maleakhi mengatakan “Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya” (Maleakhi 3:18).
St. Paulus berkata “sebab tidak ada perbedaan kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya” (Roma 3:22). Dan yang kedua dalam doa Tuhan Yesus yang berkata “agar semua menjadi satu”; Dalam kesatuan ini keselamatan menjadi nyata, Tritunggal bekerja bersama-sama (Yohanes 17).
Tuhan Allah Berinkarnasi Untuk Mencegah Kebinasaan Manusia
Meskipun Perjanjian Baru telah berkumandang, tetapi manusia bisa saja mengalami kebinasaan, tetapi itu bukan dikarenakan kemurkaan Allah seperti pandangan “Allah mengutuk!”
Kebinasaan telah terjadi oleh karena pilihan manusia itu sendiri ketika di taman eden dan tidak mau kembali kepadaNya. Didalam manusia diberikan kehendak bebas maka manusia boleh memilih, dan Allah tidak pernah menghalangi pilihannya.
Manusia harus tahu bahwa Allah punya rancangan melalui sang Putera Allah demi dirinya bisa mendapat hidup kekal dalam kebahagiaan bukan keterpisahan, melalui pertobatan (yaitu disucikan kembali dan setiap waktu jika terjatuh manusia bisa datang kepadaNya untuk memohon disucikan).
Pertama-tama pertanyaannya maukah manusia mengakui sang Putera Allah?
Atau manusia lebih memilih rancangan jalannya sendiri, mengikuti ajaran-ajaran yang lebih menarik (merasa sudah pasti selamat ke surga maupun berbuat baiknya sebuah amal hidayahnya yang harus diterima Allah);
St Yohanes Krisostomos pernah berkata surga dan neraka bukan seperti sebuah kota atau rumah, tetapi itu adalah hidup dalam kerohanian yang kekal.
Maka memahami Soteorologi ini kita harus pahami bahwa Allah tidak pernah memaksakan manusia untuk diselamatkan. Manusia dipersilahkan dan diperhadapkan dorongan dari dirinya dan kehendaknya apakah untuk mengenal “hidup oleh Roh” atau sebaliknya “hidup oleh kemanusiaannya”, tetapi keduanya tidak bisa menjadi satu, karena lebih dalamnya tertulis di Kidung Agung tentang hubungan mempelai pria dan wanita, dan juga di Roma 7 St. Paulus menggambarkan suami lama dan suami baru.
“andaikata manusia berseru memohon diselamatkan maka Allah akan datang dan menyelamatkannya” (Mazmur 53:6)
Kejatuhan manusia membuat kerusakan insani
Meskipun kejatuhan membuat kerusakan insani, tubuh dan jiwa dan roh manusia tetap milik Allah maka manusia akan memberikan pertanggunganjawab kelak melalui pengadilan Kristus dalam penghakiman terakhir terhadap atas apa yang dilakukannya baik dan jahat.
Pilih Buah Pengetahuan atau Pilih Buah Kehidupan
Perintah pertama yang bisa membuat kejatuhan telah diberikan kepada manusia dengan sangat jelas, “jangan memakan buah dari pohon pengetahuan … atau kamu akan mati” (Kejadian 2:17), tetapi oleh kehendak manusia itu untuk tidak peduli terhadap perintah Allah, tetapi mengikuti pemikiran si ular tua, maka dengan kesadaran dirinya sendiri memakannya. Dikatakan St Paulus, “berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan” (1 Timotius 6:9).
Yang membuat Allah menjadi murka oleh karena manusia tidak mengaku bersalah ketika memakan buah dari pohon pengetahuan yang dilarang Tuhan Allah. Terlebih ketika manusia terbuka matanya mulailah menyalahkan satu-sama-lain (Kejadian 3:7–3:12–14). Manusia didorong oleh nafsunya yang dijerat oleh si Iblis.
Ada tiga hal cara iblis menjerat manusia dalam buah pengetahuan (Kejadian 3:6) yaitu:
- “Melihat dengan matanya … Sedap kelihatannya” ini manusia yang menentukan baik atau atau tidak baik (jahat) dan dirasakan ke dalam emosi kehidupannya yang mengatakan “aku lebih tahu, aku lebih benar.”
- “Menarik hati” ini manusia menjatuhkan dirinya kedalam pencobaan dan mulai mencintai apa yang telah dilihat menjadi sebuah perasaan. Hal ini jikalau terus menerus akan membuat manusia mengalami goncangan dijiwanya atau berakhir pada pemberontakan yang sulit untuk dilepaskan. Hal ini bisa menular dan turun temurun mengikat.
- “Memberi pengertian” pengertian adalah pengetahuan dan ini mengikat manusia, karena manusia belajar mengerti atas kepentingannya yang ingin diketahuinya, sehingga dirinya melihat hanya dari dirinya dan untuk dirinya sendiri semuanya berakhir kepada kesombongan, dan mudah menghakimi orang lain.
Bagaimanapun teori soteriologi secara umum hanya memberi garis besar agar memudahkan manusia bisa melihat ada keselamatan yang Allah telah sediakan.
Keselamatan bukan sebatas teori tetapi misteri Allah
Teori Keselamatan tidak bisa terpisah dari misteri keselamatan dalam Sakramen Gereja (pelajarilah tentang Tujuh Sakramen Gereja).
Jika keselamatan hanya teori dan terpisah dari misteriNya maka secara pengetahuan manusia bisa benar dipikirkan, tetapi belum tentu yang sebenarnya itu daripada Allah. Pengetahuan harus dibarengi praktik hidup keselamatan, atau sebaliknya manusia tidak pernah dapat melakukan praktik yang “dikehendaki oleh Bapa di surga ini.”
Mengenal keselamatan dikatakan Firman Allah itu “betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya” (Ef. 3:18) “manusia akan sulit menyelami Dia ( — dapat mengerti) segala pekerjaan Allah, yang dilakukan-Nya” (Pengkotbah 3:11; 8:17) khususnya dalam hal keselamatan. Inilah referensi tertulis tentang sebuah keselamatan yang Allah tawarkan kepada manusia. Banyak gambaran diperlihatkan dan diajarkan, Dia menjadi sang guru, Dia yang harus membayar hutang, Dia yang berkurban bagi manusia, Dia yang melakukan pertukaran, Dia yang melayani dalam penderitaan, Dia yang memerdekakan, dan lain sebagainya. Perjalanannya merupakan misteri Ilahi tetapi tanpa adanya kontradiksi antara satu dengan yang lain.
Meskipun demikian, perihal keselamatan ini bisa dipahami dengan satu jalan yaitu Sakramen Kudus!
Segala sesuatunya ditawarkan oleh Allah kepada manusia harus dapat diidentifikasikan akar permasalahannya dan menjalani penyelesaiannya atau menjadi sebuah perspektif moral saja atau sebatas etika.
Keselamatan hidup manusia itu bersentuhan terhadap pelanggaran di taman eden dan perbuatan dosa manusia, meskipun banyak yang tidak dapat langsung mengerti, ini adalah pelanggaran terhadap perintah Allah yang berkonsekuensi kematian, untuk itulah manusia harus dapat melihat, maka misteri itu bisa dilihat dalam sakramen ini.
Pelanggaran membuat manusia yang jatuh dalam dosa yang mematikan. Manusia dijauhkan Allah dari pohon kehidupanNya. Tetapi sejak Kristus Tuhan kita naik ke surga, sampai sekarang ini tidak berlaku lagi keselamatan setelah kematian, hari ini manusia punya hak memilih diselamatkan atau tidak mau diselamatkan.
Banyak manusia masih sering beranggapan bahwa Allah juga telah menciptakan maut (disisi lain Allah menciptakan kebaikan), oleh karenanya manusia juga harus berpikir dan berusaha dalam masa dihidupnya harus menjaga kebaikan agar mendapatkan keselamatannya atau sebaliknya akan menerima penderitaan siksaan kekal.
Manusia dan Pohon Kehidupan
Ketika Adam dan Hawa melanggar maka dijauhkannya Pohon Kehidupan oleh Allah pada mereka.
Kita perlu memahami mengapa Allah menjauhkan manusia dari Pohon Kehidupan? Jawabannya oleh kasihNya, bukan karena Allah murka!
Manusia bisa mengalami kematian kekal jika memakan buah Pohon Pengetahuan dalam keberdosaannya (Kejadian 3:22).
Maka dengan demikian terlihatlah akan rencana keselamatan umat manusia, pertama-tama “TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka” ini merupakan penegasan pertukaran itu terjadi (Kejadian 3:21).
Juga tegas TUHAN Allah berfirman bahwa “…. keturunannya akan meremukkan kepalamu (si ular tua), dan engkau (si ular tua) akan meremukkan tumitnya” (Kejadian 3:15) ini mengatakan akan kedatangan Kristus mengalahkan Iblis dan maut melalui salib.
Manusia yang telah dibersihkan boleh memakan buah dari Pohon Kehidupan itu (Yohanes 6:49–56), juga membawa manusia yang masih hidup di dunia tetap ada didalam Dia dan Dia didalam manusia. Siapapun yang kemudian memakan buah Pohon Kehidupan akan dibangkitkan. Dalam Gereja Ortodoks kita menikmatinya melalui Sakramen Ekaristi. Sakramen Ekaristi adalah satu misteri Pohon Kehidupan yang membawa keselamatan, yang Allah telah rancangkan sejak semula.
Mengawali pemikiran mengapa kita perlu diselamatkan, maka kita harus memperhatikan!
Ketika manusia memikirkan bahwa ketika penciptaan Allah pun telah menciptakan baik dan jahat, dan ketika manusia memakan buah khuldi (apel) Allah menjadi murka dan mengusir manusia dari surga.
Catatan! Janganlah kita menggunakan perspektif dari mereka yang tidak pernah mengenal Allah yang hidup!
Dalam Alkitab Kitab Deuterokanonika Kebijaksanaan Salomo dikatakan, “Allah tidak menciptakan maut” (Kebijaksanaan 1:13a) tetapi manusialah yang telah jatuh kedalam kuasa dosa dan “manusia telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23) “sehingga maut menjalar kesemua orang” (Roma 5:12).
Jika Allah tidak menciptakan maut, maka maut diciptakan oleh siapa?
Maut terjadi oleh kejatuhan manusia ke dalam kuasa dosa itu, maka maut itu ada dan menjerat manusia untuk mengalami kematian. Manusia itu pertama-tama telah terjerat oleh perkataan si ular tua (iblis)!
Karena manusia diciptakan untuk tidak mengalami kematian “diberi nafas Allah” (Kejadian 2:7) maka manusia menjadi “gambar dan rupa Allah” (Kejadian 1:26), maka jelas tertulis dalam kitab Kebijaksanaan Salomo, “sebab Allah yang telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan telah dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya sendiri” (Kebijaksanaan 2:23).
Tetapi oleh karena “dengki si iblis maka maut masuk ke dalam dunia, dan [manusia] telah menjadi milik iblis karena [manusia] mencari maut itu” (Kebijaksanaan 2:24). Hal ini juga ditegaskan oleh Tuhan Yesus Kristus, “iblislah bapamu” (Yohanes 8:44).
Jika kita ingin mengenal keselamatan, janganlah kita memberi kesempatan kepada si Iblis untuk menjelaskan keselamatan itu. Karena iblis dan setan-setannya dengki terhadap keberadaan manusia sejak lampau hingga hari ini. Kuasa jahat menguasai hidup manusia, dikatakan nabi Yesaya, “menyamai Yang Mahatinggi” (Yesaya 14:12–17), pekerja-pekerjanya menyamar menjadi “malaikat terang … dan pelayan-pelayan kebenaran” (2 Korintus 11:14–15). Dengan demikian semakin jelaslah “mereka [manusia] tidak tahu akan rahasia-rahasia Allah [ada pada Sakramen Gereja], [mereka] tidak yakin akan ganjaran kesucian, dan [mereka] tidak menghargakan kemuliaan bagi jiwa yang murni. ... (Kebijaksanaan 2:22,21).
Oleh karena manusia adalah ciptaan Allah, sangat jelas Allah tidak ingin manusia itu terhilang. Dikatakan, “Ia pun tidak bergembira kalau makhluk yang hidup musnah binasa. Sebaliknya Ia menciptakan segala hal sesuatu supaya ada; dan supaya makhluk-makhluk jagat menemukan keselamatan” (Kebijaksanaan 1:13b–15) dengan mengutus Anak-Nya yang Tunggal menjadi juruselamat manusia agar manusia tidak ada yang binasa (Yohanes 3:16–18).
Hidup manusia yang terkutuk oleh pelanggaran dan dosa membutuhkan keselamatan
Oleh karena kejatuhan kita menjadi terkutuk, maka keselamatan itulah dibutuhkan manusia agar manusia dapat kembali menyatu kembali memiliki fitrah keilahian sejak penciptaan itu sendiri. Maka doktrin keselamatan merupakan pelengkap dan pengikat agar mengurangi permasalahan yang dihadapi manusia untuk bisa memahami proses keselamatan itu. Keselamatan diperlukan manusia sehingga dapat mengalami perubahan dalam ontologikanya (filosofisnya atau perspektifnya).
Itulah Allah menawarkan keselamatan yang diajarkan tertulis dalam Alkitab, bagaimanapun firman mengatakan sikap Allah tidak pernah berubah dikatakan “Akulah Tuhan, Aku tidak pernah berubah” (Maleakhi 3:6). Kejatuhan manusia membuat manusia itu sendiri yang berubah, maka melalui keselamatan itulah yang akan mengembalikan kita, bukan mengubah Allah. Kemanusiaan butuh rekonsiliasi dengan Allah oleh karena dosa telah memisahkan manusia daripada Allah. Bukan Allah yang butuh rekonsiliasi dengan kita, tetapi kitalah manusia yang harus direkonsiliasikan, dikatakan St. Paulus “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:19–20).
Kita harus menyadari apa yang diinginkan Allah adalah kita kembali kepadaNya, tetapi kita harus waspada terhadap dosa yang ada didalam hidup kita, karena dosa kitalah yang membatasi hal ini.
Ketritunggalah Allah Dan Keselamatan Manusia
Filosofis dunia mencoba mengartikan Ketritunggalan Allah dengan memisah-misahkan pandangan-pandangan tentang Allah. Ketahuilah, kita tidak dapat memisahkan Allah Tritunggal Kudus dalam hidup kita, meskipun dalam perjalanan hingga hari ini tetap banyak ajaran-ajaran dari yang pernah berkembang ratusan dan ribuan waktu, berusaha membuat pembingungan terhadap kita mengenal Allah hanya dengan tafsir pribadi lepas pribadi dan tidak pernah mengakar kepada Gereja.
Allah kita adalah Tritunggal (tiga Pribadi yang satu Esensi) Kudus, maka dengan demikian kita bisa mengakui Allah itu esa.
Karena bagaimanapun tidak ada seorang pun yang dapat memisahkan Pribadi Ilahi itu, oleh karena ketiganya adalah Dia yang Esa ini bekerja selalu sampai hari ini agar manusia mengenal Dialah pemberi keselamatan itu.
Jika pengajaran kita hari ini berkata hanya keselamatan itu Yesus saja, seperti yang dikumandangkan teologian sejak abad ke-16, ini bukanlah iman Gereja sesungguhnya, dan juga bukan juga Iman Kristen yang dimaksudkan Gereja yang diwariskan oleh Para Rasul. Ya, memang pekerjaan Tuhan Yesus ketika di dunia, Dia Anak Allah, tetapi bukan dari hasil karya DiriNya sendiri, jelas Ketritunggalan tidak dapat dipisahkan, dikatakannya, “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku. Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar” (Yohanes 5:30–31).
Maka pengetahuan akan keselamatan, kita sesungguhnya harus tahu yang sebenar-benarnya apa yang diajarkan sejak abad pertama. Keselamatan (adalah Kristus itu) dapat dianalogikan seperti jalan raya kehidupan, kita yang telah dibersihkanNya (Mazmur 51:7) harus menjalaninya dengan sorak sorai (Mazmur 51:8), juga didalamnya kita harus hidup dalam pertobatan itu dijalan itu karena disitulah kita memohon belas kasihanNya (Mazmur 51:9) dan memohon kita diperbaharui (Mazmur 51:10). Manusia meskipun sudah dibersihkan masih bisa terjatuh dalam pencobaan dan dosa dan mengotori dirinya kapanpun dimanapun, baik dengan sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak disengaja (tertulis dalam doa Agpeya) dan kita akan memohon pengudusanNya dan memohon hikmatNya agar iman kita teguh dan jika terjatuh kita akan bangkit lagi (Mikha 7:8).
Proses berjalannya adalah sepanjang masa hidup kita ada di dunia ini tetapi tidak sendirian, haruslah bersama-sama orang beriman dan Gereja yang Kudus, wujudnya dicatatkan Alkitab, seperti: “takut akan Tuhan” (Amsal 2:5, 9:10, 25:12, 34:11, 112:1, 115:13, 128:4; Ayub 28:28) yang maksudnya yaitu “mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar” (Filipi 2:12). Karena ada “kesempurnaan yang dikehendaki oleh Bapa di Surga” (Matius 5:48) dan ini kita harus tahu bagaimana menjalaninya melalui “melakukan kehendak Bapa di Surga” (Matius 7:21). Hal ini hanya akan kita ketahui kebenarannya melalui Gereja yang adalah Tubuh Kristus, tidak ada ditempat lain. Jikalau pun sepertinya ditempat lain kita katakan ada bisa ditemui, hal ini kita hanya menjadi sebatas menjadi tong kosong yang bunyi nyaringnya, karena terbukti “hanya sebatas pengetahuannya, tetapi jalannya berdasarkan kesukaan masing-masing yang dirasa inilah kehendak Bapa”.
Ingat, keselamatan itu terwujudkan St. Yohanes Krisostomos berkata “karena kehendak-Nya sendiri, dan kesenangan Bapa-Nya, dan Roh Kudus, Dia berinkarnasi dan menyelamatkan kita … Ketika saya mengatakan bahwa Kristus adalah penyebab rekonsiliasi kita, saya mengatakan bahwa Bapa juga, ketika saya mengatakan bahwa Bapa memberi, maksud saya bahwa Anak juga memberi” (Homili 1 Korintus 11:4).
Keselamatan Adalah Anugerah Allah
Keselamatan yang Tuhan Yesus kerjakan melalui salib, bukanlah hal yang terbatas oleh satu kejadian. Meskipun pemberian keselamatan adalah cuma-cuma (Roma 3:24), dan anugerah keselamatan disiapkan dalam satu kali melalui pengorbanan Kristus (Ibrani 10:10) maka tidak ada kurban-kurban lain yang menjadi jalan keselamatan.
Hal ini manusia harus tahu dan memilih mau diselamatkan atau tidak mau diselamatkan. Siapapun yang mau diselamatkan dan dibangkitkan kelak ada langkah dirinya menjaga kekudusan yang telah diterimanya karena kepemilikan telah berpindah dari maut kepada Kristus (Kisah 20:28). Hal ini adalah wujud nyata bahwa sungguh manusia itu mengasihi Allah. Mengasihi Allah adalah hukum yang Allah tentukan.
Misterinya yang terlihat memberi kita yang masih mungkin terjatuh kedalam berbagai pencobaan dan dosa bisa kembali melihat Dia yang tetap mengasihi kita, melalui penyucian kembali hidup kita agar kita tetap layak untuk dibangkitkan kelak oleh Kristus Tuhan kita. Karena kita akan diajarkan bahwa yang terlahir daripada Roh tidak lagi berbuat dosa (1 Yohanes 1:1–9). Kita harus tetap berjuang melawan dosa yang ada didalam kemanusiaan kita dengan menjauhi perbuatan dosa itu, seperti dikatakan St Anthony bahwa “mereka yang tidak mengalami pencobaan, tidak dapat masuk dalam Kerajaan Sorga; Ditambahkannya, tanpa pencobaan tidak ada keselamatan” (Sermon dari Yakobus 1:2–4 “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.”)
Inkarnasi dan Keselamatan
Oleh kehendak Allah maka sang Yehovah (sang Putera Allah) berinkarnasi menjadi manusia sepenuhnya melalui kelahiranNya Dia hadir menyelamatkan kita. St. Cyril dari Alexandria berkata,
“Sang Putra datang, atau lebih tepatnya menjadi manusia, untuk mengembalikan kondisi kita melalui diri-Nya; Pertama-tama dalam kelahiran dan kehidupanNya yang suci, luar biasa, dan benar-benar menakjubkan […] Dia ingin kita memiliki regenerasi intelektual dan asimilasi spiritual ini yang sama dengan Dirinya sendiri, yang adalah Putra sejati dan alami sehingga kita pun juga menyebut Allah adalah Bapa kita, dan dengan demikian kita akan terbebas dari kerusakan karena terlepas dari bapa pertama kita, yaitu Adam, yang di dalamnya kita telah rusak” (Homili: Kesatuan dalam Kristus).
Iman ini membawa kita melihat misteri keselamatan melalui salib, kita bukan saja kita hanya tahu sebatas akan salibnya, tetapi pengakuan: “Dia yang disalibkan untuk kita dan untuk keselamatan kita Dia yang berinkarnasi menjadi manusia, disalibkan, menderita, mati dan dikuburkan, Dia yang bangkit dari kematian, Dia yang naik ke surga, duduk di sebelah kanan bapa, dan yang akan datang kembali” (Kredo Pengakuan Iman Percaya). MelaluiNya ini kita akan mendapatkan kesatuan denganNya selalu seperti dikatakan “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita” (Yohanes 17:21).
Alasan inilah kita menjadi tahu bahwa Allah berinkarnasi menjadi manusia agar kita dapat bersatu denganNya, dan keselamatan sarana yang membawa hidup kita dalam penyatuan itu denganNya, daripada kita manusia yang hidup dalam dosa dan mengalami kerusakan, membawa kita terpisah daripadaNya, maka Dia mengosongkan DiriNya menjadi sama seperti manusia. Apa yang tidak dapat kita lakukan, Dia telah melakukannya bagi kita (pertukaran terjadi Dia mengambil apa yang ada pada kita, dan kita diberikan hidupNya) seperti kita mengalami kelahiran baru, kita mengalamik transfigurasi oleh karena Dia dihadapan Allah Bapa sehingga kita layak diterima sebagai anak-anakNya, kehidupan yang kudus, pelayanan yang kudus dan yang terutama adalah kita manusia kembali menjadi BaitNya yang kudus.
Referensi:
- Stefanos Ian (2023). Sejarah Ajaran Heretik Dalam Kekristenan. Coptic Orthodox Church. Free E-Book.
- John Habibs (2014). Ortodoksi & Keselamatan. Free E-Book.
- Philip Schaff (1885). Ante-Nicene Fathers. The Apostolic Fathers. Christian Classic Ethereal Library.
- St John Chrysostom. Homilies & Commentaries. Christian Classic Ethereal Library.
- H.H. Pope Shenouda III. (1991). The Heresy of Salvation in A Moment. Coptic Orthodox Church.
- H.H. Pope Shenouda III. (1989). Life of Faith. Coptic Orthodox Church.
- H.H. Pope Shenouda III. (1998). The Transfiguration. Coptic Orthodox Church.
- H.H. Pope Shenouda III. (2004). What is man. Coptic Orthodox Church.
- H.H. Pope Shenouda III. (1994). The Ten Concept. Coptic Orthodox Church.
- H.H. Pope Shenouda III. (1988). Comparative Theology. Coptic Orthodox Church.
- Benedicta Ward, SLG. (1975). Saying The Fathers of Desert. Cistercian Publications.
- Alkitab & Deuterokanonika